Minggu, 02 Januari 2011
.. "Semangat Pasien Kanker Ini, Inspirasi Lagu" ..
Pada Minggu 2 Januari 2011, anak-anak penderita kanker dari keluarga prasejahtera, bersama keluarga dan relawan dari Yayasan Pita Kuning Anak Indonesia, nonton bareng musikal ‘Laskar Pelangi’ di Teater Jakarta, Taman Ismail Marzuki.
Penyakit tak membuat mereka kehilangan antusiasme. Para pasien cilik ini ikut bergoyang mengikuti irama musik, juga tertawa senang saat tokoh Kucai dan Mahar ‘sang seniman Belitong’ melakoni adegan lucu.
“Kami ingin berbagi dan membuat anak-anak penderita kanker senang,” kata Tike, pendamping dari Yayasan Pita Kuning Anak Indonesia kepada VIVAnews, Minggu sore.
Tak mudah bagi orang dewasa sekalipun berjuang melawan penyakit mematikan ini. Apalagi anak-anak. Pengobatan kanker membutuhkan waktu berbulan-bulan, bahkan tahunan. Tak hanya rasa sakit, para pasien cilik ini juga harus berjuang melawan tekanan emosi.
“Agar anak-anak merasa sehat dan semangat, butuh banyak kegiatan. Kalau diberi tahu akan ada nonton bareng, misalnya, atau didatangi artis, mereka jadi senang, mau minum obat," tutur Tike.
Inspirasi lagu 'Jangan Menyerah'
Di antara anak-anak pasien RS Dharmais, ada Restu Guntoro. Kanker memaksa pemuda 17 tahun itu duduk di kursi roda. Kaki kanannya diamputasi, rambutnya tipis akibat kemoterapi. Namun, semangat tetap terlihat di wajah dan senyumnya yang lebar.
Dengan satu kakinya, Restu ikut berdiri dan bertepuk tangan bersama penonton lain. Seperti halnya musikal yang ia tonton, dunia seni adalah impian restu.
"Cita-citaku ingin jadi artis, pelawak, seperti Tukul,” ujar Restu, tersenyum memamerkan giginya yang dikawat.
Ibunya, Sri Winarti menceritakan, karena kondisi kesehatannya, Restu harus menyingkirkan jauh-jauh mimpi masa kecilnya, menjadi anggota TNI.
Diceritakan dia, sejak kecil, kesehatan Restu sudah bermasalah. Penyakit jantung. “Dulu, kalau menangis, nafasnya berhenti,” kata Sri.
Cobaan berat dialami Restu saat baru naik kelas 2 SMP. Saat itu ia mengalami kecelakaan. “Jatuh saat lari-lari dikejar temannya, kakinya patah,” cerita Sri.
Awalnya, pengobatan alternatif jadi pilihan, namun tak berhasil. Akhirnya pemuda kelahiran 1993 itu dibawa ke rumah sakit. Kakinya yang patah, ternyata menguak keberadaan tumor ganas.
“Saat dipasang pen, ketahuan ada kanker di kakinya.” Kaki Restu harus diamputasi.
Mata Sri Winarni menerawang, mengingat kejadian pada 2007 lalu. “Yang paling berat saat itu, adalah bagaimana cara menyampaikan ke dia,” kata Sri, dengan mata berkaca.
Akibat kanker, Restu harus menjalani kemoterapi hingga 18 kali. Ginjalnya kini pun ikut rusak, ia hanya boleh minum air 1 liter sehari, tak boleh lebih. Harus bolak-balik ke rumah sakit. “Dia harus kontrol jantung sebulan sekali, gigi sebulan sekali, cuci darah dua kali seminggu, Senin dan Kamis.”
Yang membuat Sri kagum, anak bungsunya itu tetap ceria dan semangat. Restu kini bahkan terus sekolah di SMK PGRI, kelas satu.
“Meski tidak secerdas anak-anak lainnya, Restu anak saya yang luar biasa. Saya belajar banyak dari dia,” kata Sri, tersenyum.
Restu, tambah dia, bahkan kerap memberi semangat pada pasien kanker anak yang lain.
Semangat Restu memberi inspirasi Rian, vokalis grup band d'Masiv. Usai bertemu Restu dalam konser amal di RS Dharmais, Rian mengambil gitarnya dan menulis lirik lagu ‘Jangan Menyerah’. “Kata Mas Rian, hanya butuh waktu tiga menit untuk membuat lagu itu,” kata Sri.
Meski kini jarang berkomunikasi, d’Masiv selalu membalas SMS dan telepon Restu, termasuk saat anak itu menahan sakit, ditusuk 18 kali untuk mencari pembuluh darah saat menjalani cuci darah.
Selain Restu, ada juga Putri Denah Safitri, ia menderita kanker urat syaraf sejak usia 5 tahun. Operasi membuat mata kirinya seperti tertarik. Meski sempat tinggal kelas setahun karena penyakitnya, gadis cilik berambut panjang ini tetap semangat bersekolah. Kini, ia duduk di kelas 5 SD.
Kanker darah atau leukemia juga tak menghalangi Mahmud Rifai (10) menjalankan hobinya: bermain bola. “Kalau sudah besar, saya pengin jadi pemain bola,” kata Mahmud, bersemangat.
Ditanya siapa pemain bola idolanya, ia langsung menyebut Bambang Pamungkas. "Gocekannya cakep,” kata dia.
Beruntungm Mahmud pernah bertemu dengan bintang idolanya dalam sebuah acara di Pasaraya. Saat itu, Mahmud menanyakan bagaimana cara menendang yang baik pada Bepe -- panggilan akrab Bambang Pamungkas. “Kalau main bola saya jadi stiker,” kata dia, berbinar.
Penulis ‘Laskar Pelangi’, Andrea Hirata menyebut novelnya sebagai ‘hikayat anak-anak yang menolak untuk menyerah’.
Seperti halnya tokoh Lintang yang rela bersepeda 80 kilometer dan dihadang buaya, atau Ikal yang berani mengejar mimpi sampai ke Prancis – Restu, Mahmud, Putri, dan ribuan anak penderita kanker lainnya juga sedang menjalani kisahnya: tentang keberanian untuk terus berharap dan bermimpi. Menolak untuk menyerah.
• VIVAnews
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar